One Week One Book – SKT

Buku dengan judul kalimat tanya ini menunjukkan bahwa buku ini mengharapkan kita bisa menjawabnya dengan baik. Yakinkah, kalau jawabannya “Ya”. Atau hatimu “ragu-ragu”, atau merasa bahwa “belum” adalah jawaban yang tepat. Saat dulu di toko buku, aku melihat buku ini sepertinya berbeda dari buku sejenis yang lain. Ya, buku ini adalah refleksi seorang mutarabbi. Buku ini membuatku tidak bosan untuk membacanya kembali. Walaupun sudah merasa 2 kali tamat membaca. Pertama setelah membelinya, kedua karena ada tugas dari amanah, dan ketiga dalam pekan ini. Mungkin memang saatnya merenung dan muhasabah, sudahkah kita tarbiyah?  

SKT– Sudahkah Kita Tarbiyah

Diawali dengan kisah pelatih dan pemain sepak bola, analogi sederhana untuk masuk ke topik pembahasan utama. Analisis mengenai 3 penyebab mengapa pemain tidak mampu menerjemahkan instruksi pelatih di lapangan. Sebabnya adalah pemain tidak paham dengan apa yang dimaui pelatih, pemain sudah lelah, dan pemain malas atau menentang instruksi pelatih dengan berbagai alasan. Selanjutnya, penulis (Ustadz Eko Novianto) menyampaikan ada 5 kesalahan presepsi tentang tarbiyah. Ya, mulai intropeksi, apakah presepsi kita termasuk di dalamnya. Hm, apa aja itu? Pertama, tarbiyah dipandang semata-mata sebagai transfer materi. Kedua, presepsi bahwa murrabi adalah segalanya bagi mad’u. Ketiga, tarbiyah dianggap sebagai proses indoktrinasi dan dominasi. Keempat, sistematika dan metodologi tarbiyah dipresepsikan sebagai hal yang baku. Terakhir, kecendrungan untuk melakukan “cloning” murabbi.

Oke, serius tapi tetap santai aja ya. Buku ini bahasanya enak dipahami, langsung to the point. Buku dengan jumlah halaman 168 ini sarat akan hal-hal yang harus diperhatikan oleh para muttarabi (baca murid/siswa/peserta tarbiyah/pembinaan). Ada 8 aspek penekanan sebagai indikator untuk bisa menjawab pertanyaan awal. Ada bagian yang mengajak kita merenung bersama tentang orientasi dan dinamika yang telah terjadi. Ya, perubahan diyakini sebagai suatu keniscayaan. Bahkan, perubahan diyakini seuatu yang tetap di dunia ini. Hm,kalau kuringkas mungkin jadi gini ya, perubahan itu adalah keniscayaan, semua hal di dunia ini akan berubah, mengalami perubahan, kecuali satu yang tidak akan berubah yaitu perubahan itu sendiri. #eh, kok,tambah pusing,itu bukan ringkasan,bro,sis!Maaph. Oke, apapun itu kita semua harus bisa terbuka akan perubahan, dengan tetap pada orientasi awal kita.

Aku suka bagian yang berjudul Tidak Ada Ikhwah yang tidak Retidak. Yoi, bener banget. Ikhwah itu juga manusia biasa, bukan malaikat. Di bab sebelumnya, yang membahas tentang ilaj, telah ada “warning” bahwa pelanggaran syar’i itu antara keniscayaan dan indikasi penurunan kualitas.#Jleb! Istimewa, penulis menjelaskan bahwa ada keragaman kita, perbedaan bisa jadi menjadi awal dari kekacauan, ya dimulai dari marah, menggunjing atau dengki. Solusinya adalah menghargai ikhwah karena keunggulannya, bukan hanya menilai dari kelemahannya. ^_^ damai khan! Padahal, kekacauan akan menimbulkan kekacauan, dan sebalinya cinta akan melahirkan cinta.#lho kok!Hm,kata-kata terakhir itu ada kok di bukunya, aku ga ngarang sendiri,boleh dicek.

Selanjutnya, tentang kesatuan fikrah, dimana disimpulkan bahwa kita sudah tarbiyah jika kita telah menjaga dan menempatkan semangat penyatuan fikrah secara tepat.#Jleb lagi! Disinggung disini, bahwa di Indonesia pun ada banyak fikrah yang berbeda. Dan justru kenapa yang membuat jadi kacau itu ya umat islam, dari banyak perbedaan ataupun ormasnya. Hm, keren banget, penulis menyampaikan bahwa ada 2 sikap yang bisa dipilih, antara upaya kesombongan dan sebuah keharusan. Wow, kenapa ada upaya kesombongan? Karena mereka merasa sebagai kelompok terbaik dan terbenar. Bahaya ini kalau semuanya berpikir begitu. So,harusnya adalah opsi kedua.

Ya, semua isi dari buku ini benar-benar mengajak kita merenung dan berpikir. Apalagi bab menjadi pribadi moderat. Apa itu pribadi moderat? Hayoooo, buka kamus gpp, silakan!  Langsung googling, juga monggo.#Lho? Iya, kali ini cari sendiri, atau buka bukunya halaman 137 ya. Hm, kita akan dapat pesan tentang sikap yang elegan dan tepat dalam menyikapi perbedaan dan perubahan.

Pada bagian penutupnya adalah tentang menyederhanakan diri dalam berubah. Penulis menyampaikan ada 2 ketidaksederhanaan dalam berubah. Pertama, seringkali menunggu momen bahkan seremonial, semacam tahun baru, ulang tahun atau juga ramadhan baru bertekad berubah. Padahal saat ada tekad dijadikan sebagai momentum perubahan itu jauh lebih sederhana. Kedua, menetapkan simbol perubahan, semacam jargon atau mission statement. Ya, memang perubahan butuh simbol. Dan simbol yang paling sederhana dan mendasar dalam berubah adalah bergerak. #Jleb lagi! Ya, bergerak, action, ga cuma berencana atau bermimpi. Catat nih! Bergerak tanpa ilmu adalah kekonyolan dan perencanaan, jargon dan misi tanpa gerakan adalah menyedihkan. T_T

Kali ini inspirasi yang didapatkan setelah baca buku ini, adalah refleksi diri setelah beberapa hitungan tahun aku lewati di dalam lingkaran penuh cinta itu. Bahwa sudah jutaan detik sudah kulalui bersamanya, apakah pertanyaan dengan 3 kata sederhana itu bisa dijawab hanya dengan 1 kata, “Ya”. Kusadari, memang tarbiyah adalah proses, ya, proses yang tidak hanya sekejab, tapi mungkin seumur hidup kita. Semoga kita semua istiqomah di jalan kebaikan tanpa ada kesombongan yang tersurat maupun yang tersirat. Hm, buku ini serius lho, jadi aku juga serius nih nulisnya, ga pake konyol, apalagi ditambah banget. Hehe.peace! ^_^. Udah selesai kok cerita bukunya, sekarang cerita feel-nya. #Lho!Jadi ini belum selesai? Khan ga dibatasi panjang tulisan.#eh! ^_^ aku lanjut ngetiknya,monggo lanjut bacanya >>>

Dalem banget deh pokoknya, sampai bingung mau ngomong apa? Eh, salah, bukan ngomong, bingung mau ngetik apa. Intinya luar biasa, membuka pandangan lebih luas, tidak lagi merasa pesimis, ataupun berlebihan dalam optimis. Tapi benar-benar mengajak kita untuk memposisikan diri pada letak yang ideal, dimana bisa memberdayakan diri dan orang lain dalam kebaikan. Ayo, teman-teman baca bukunya, jangan nunggu taklimat!!!#ups,keceplosan.

Entah karena ada atribut atau variabel (baca : sebab) apa, setelah baca buku ini ada yang membuat diriku lebih optimis, lebih semangat kalau sudah waktunya jadwal rutin pekanan itu. Hehe, mungkin agenda atau rutinitas alias urutan acaranya tetap sama, ya kadang ada yang sebut itu monoton atau boring. Ahh, itu mah bisikan syetan!!! Sengaja dicetak bold, agar bisa tahu kalau itu ulahnya, gpp disalah-salahkan, kan jobdesknya memang sudah pasti salah. Kita harus melawan!

Mana ada pertemuan yang tidak ada perubahan di dalamnya? Walaupun itu pertemuan rutin sekalipun. Hayooo, coba dicek, yang ada adalah diri ini yang belum berubah, alias sama kondisinya dengan pekan lalu. Sebut aja setoran hafalannya ga nambah, amal yauminya konstan, atau banyak hal lain yang tidak bisa disebutkan disini.#Udah,stop!!!Ntar malah ada yang nangis. Aku pun terkadang merasakannya, sedih banget, dan hati ini merasa sangat sakit kalau merasa belum dan justru tidak ada perubahan yang lebih baik. Mungkin disinilah fungsinya dan peran sahabat di dalam satu lovecircle itu, saling mengingatkan dan saling memotivasi. Sungguh, luar biasa, nikmat yang tidak terhingga, dipertemukan dan diizinkan Allah untuk mendapatkannya. Oke, jangan disia-siakan pokoknya. Semoga kita tetap istiqomah. ^_^ Aamiin.#doa bersama

Ya, naik turunnya iman itu memang ada, tuh kan ada perubahan, maka diri kita pun harus disettinguntuk bisa berubah dengan bijak. Bukan melihat hanya pada konteks, tapi jauh lebih luas dari itu. Mungkin melihat wajah-wajah mereka di dalam satu lovecircle, bisa otomatis menyejukkan hati ini. Ya, sungguh, momen itu adalah momen yang istimewa, catat ya, tidak boleh disia-siakan. Catat lagi, bukan hanya transfer materi, tapi lebih dalam dari itu. Tahu apakah itu? Oke,yang tahu jawabannya, boleh ketik jawabannya di bawah. Hadiahnya akan kau temukan sesaat setelahnya.^_^. Bagiku itu adalah bagian dari hidupku.#tenang,ga harus bilang wow atau wush gitu! Ini jawaban yang –standard- dan –biasa- #pake gaya the commenters.

Ini adalah sebuah sistem,yaitu ada input, proses dan output.#teori gambar DFD. Jadi, inputnya adalah diri kita sekarang, lalu prosesnya adalah tarbiyah, dan outputnya adalah diri kita yang telah tertabiyah, yang telah berubah menjadi lebih baik. Sip kan, jadi inget formula 3M dari Aa Gym, bahwa perubahan itu mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil dan mulai dari sekarang. Oke, yuk berubah menjadi lebih baik. ^_^ Tetep semangat,dan harapan itu pasti ada!


Komentar