Cerita masa kecil itu sungguh menuntunku untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Liburan kenaikan
kelas selesai, waktunya masuk di kelas 4 SD. Di minggu awal masuk, aku
dipanggil oleh wali kelasku. Aku diberi informasi tentang kebijakan baru
untukku, ada program pendidikan di kabupaten Jombang, khususnya di 4 kecamatan,
yaitu kecamatan Jombang, Mojoagung, Ngoro dan Megaluh. Ya, SDku masuk dalam
wilayah kecamatan Mojoagung. Programnya keren menurutku, karena ada perwakilan
setiap SD untuk melanjutkan sekolah bersama dari kelas 4 sampai kelas 6 SD di
“kelas layanan plus” namanya. Aku sangat tertarik, aku menjadi wakil dari SD
Tejo 1 untuk melanjutkan belajar di kelas special itu. Hal ini langsung
kusampaikan ke orang tuaku sepulang sekolah. Mulai pekan depannya aku harus berangkat
sekolah ke SD Kademangan 1, sehingga harus berpisah dengan teman-teman di SD
asal ini. Keesokan harinya, guruku menyampaikan di depan kelas tentang program
ini serta menginfokan kalau mulai pekan depan aku tak lagi belajar bersama
mereka di kelas tersebut. Hm, ada yang teriak-teriak, ada yang kecewa, ada yang
diam dan tertunduk, dan ada yang senyum dengan lebar penuh semangat. Hehe.
Kocak. Hari itu jadi hari maaf-maafan dengan teman-teman, termasuk dengan sang
ketua kelas (karena ga ada yang dirasa pantas oleh guru, sehingga dia selalu
jadi ketua kelas dari kelas 1-4 SD).
Setelah
kusampaikan semuanya ke ibuku, ada beban yang dipikirkan beliau. Aku rasa itu
agak serius. Seperti sebelumnya, ibuku sering mengalami pindah tugas setiap 4
tahun, ya, semacam rolling kecamatan. Sebelumnya masa TKku di kecamatan Bareng,
mungkin sekitar 91-95. Nah, saat itu
tepat masa peralihan, tugas ibu dipindah ke kecamatan Kesamben, sehingga adikku
diuruskan pindah sekolah mengikuti ibu. Dan adikku paling kecil didaftarkan di
SD yang baru, tepat di belakang puskesmas. Berbeda dengan nasibku, hehe, aneh,
tapi begitu pilihanku saat itu. Aku menyampaikan keinginanku untuk melanjutkan
sekolah di kelas istimewa tadi. Karena sudah merasakan seminggu belajar disana
itu menyenangkan, belajar bersama dengan anak-anak terbaik se-kecamatan dengan
guru yang terbaik pula. Aku tak pernah bertanya ke ibu dan ayah, mengapa mereka
mengizinkanku sekolah SD jauh dari rumah, yang kupahami mereka sayang sekali
kepadaku, walau biaya mungkin jauh lebih mahal, dan pengorbanan juga lebih
besar.
Solusipun harus
segera ditemukan. Bagaimana aku tetap bisa sekolah disana, tapi tak capek di
perjalanan setiap harinya. Akhirnya, aku pun dititipkan ke salah satu teman,
dia juga menjadi perwakilan sekolahnya menuju kelas istimewa itu. Ya, di rumah
Lina, aku tinggal selama kelas 4 SD. Dia berasal dari SD di sebelah SDku. Haha,
tetangga lah. Hm, luar biasa kurasakan. Statusku menjadi anak kost. Ya, sudah
ngekost sejak 4 SD, masih belum bisa apa-apa, mengurus sendiri apalagi, hanya
bisa makan, mandi, main dan belajar. Istimewa kurasakan, karena bapaknya Lina
selalu mengantar kami gunakan mobil untuk ke sekolah, yang jaraknya cukup jauh,
tapi tak sejauh rumah dinas ibuku yang baru.
Hari Sabtu di
setiap pekannya menjadi hari yang sangat kutunggu. Hari dimana aku dijemput
ayah untuk ikut pulang ke rumah, berkumpul dengan ibu dan adik-adikku. Berbeda
dengan hari Senin, sungguh hari yang membuatku sedih, karena harus berpisah
lagi, dan pergi ke sekolah. Tapi disitulah aku merasa kedua orang tuaku
mengajarkan tentang kemandirian, melatihku untuk tetap gigih dalam belajar, dan
menyampaikan dengan cara mereka agar aku bertanggung jawab dengan pilihan yang
telah kupilih. Ya, memilih tetap sekolah disana dan tidak mengikuti pindah ke
dekat rumah yang baru.
Seminggu pertama
hidup bersama di keluarga yang berbeda membuatku harus adaptasi dalam banyak
hal. Walaupun umur kami sama, tetapi banyak kebiasaan yang tak sama. Misalnya
dari jenis permainannya, makanannya, sampai jam rutin nonton televisi. Hehehe,
aku dulu bersama adikku, sampai hafal jadwal film kartun di televise, jam
berapa, judulnya apa serta di stasiun televise apa. Jam 3 sore sepertinya kami
selalu sudah duduk rapi di depan televisi untuk menikmati sajian film kartun.
Tapi beda dengan di rumah itu, jam 2 sampai jam 6 televisi harus mati, dan
waktu bermain atau istirahat. Ya, kebiasaan baru harus dilakukan, diubah dengan
mainan bongkar pasang atau mainkan peran. Hm, lucu tapi berat dalam hatiku. Ada
hal yang kurindukan tapi tak bisa kulakukan, rasanya menghormati jauh lebih
penting daripada mewujudkan keinginan pribadi. Ya, aku belajar memahami dan
mengendalikan diri sendiri. Aku harusnya sadar bahwa saat itu aku sedang
dilatih menjadi anak yang kuat dan mandiri.
Ada rasa sedih
yang sangat besar, di kala hari Sabtu di ujung pekan, aku tak dijemput ayahku.
Rindu dan kangen kepada ibu dan adik-adikku membuatku sesak. Ya, ingin
menangis, tapi aku tak mau dikatakan anak yang cengeng, apalagi anak yang
lemah. Aku ingat saat masih di kamar mandi, belum selesai urusannya, tiba-tiba
adiknya Lina, yang sering bercanda denganku, mengunciku dari luar, hehe, usil
menggeserkan selotan di luar agar aku tak bisa keluar. Hm, aku sadar akan hal
itu, tapi aku tak teriak, aku menikmatinya, dan di saat itulah aku bisa
menangis dengan sepuasnya. Meratapi nasib. Duhhh, lebay juga, tapi begitulah
meluapkan rindu dan kangenku. Setelah capek menangis, aku baru memukul-mukul
pintu kamar mandi, agar ada orang lain yang membantu untuk membukakan selotan
pintu luar. Hm, tapi aku tahu bahwa itu wajar dan bukan jadi masalah besar.
Bagiku keluarga
Lina adalah keluarga keduaku, semuanya berusaha sayang kepadaku. Ibunya Lina
memperhatikanku seperti anaknya sendiri, setiap pagi selalu membuatkan susu
coklat kesukaanku. Terlebih saat aku
sakit, walau sudah telepon ibu di rumah, tetap saja yang merawatku segera
adalah keluarga Lina. Yang masih kuingat, saat aku kena diare, sungguh begitu
sayangnya kepadaku. Kasus yang paling parah dan takkan terlupakan, adalah saat
ada kutu rambut. Wow, sangat memalukan, anak dokter bisa kena hama ini. Hampir
banyak orang di dalam rumah terkena juga. Langsung perlakuan khusus diberikan,
setiap hari, sampai tuntas. Sungguh luar biasa, perhatian dan kesungguhan
merawatku, membantu sampai rambutku bersih dari hama itu. Saat itu, teguran
sayang untuk lebih menjaga kebersihan dan lebih memperhatikan rambut teman
dekat kita. (ups -_-!)
Belajar di kelas
layanan plus selama kelas 4 SD sungguh jauh berbeda, teman-teman semuanya
rangking 3 besar dari sekolah asalnya. Bisa kurasakan, semuanya lebih disiplin
dan semangat belajar, cerdas dan berani. Aku bersyukur dan bahagia merasakan
serunya kompetisi dalam belajar di kelas.
Tak terasa satu
tahun sudah kebersamaan itu, sungguh menyenangkan. Saat ada agenda jalan-jalan,
aku pun masuk dalam rombongan. Aku masih ingat, jepit rambut, pita dan bando
adalah kesukaanku. Sehingga Ibunya Lina pernah memberiku bando yang cantik, dan
sering kupakai untuk ke sekolah. Ya, liburan kenaikan kelas pun jadi evaluasiku.
Ibu dan ayahku melihat peringkat di kelas layanan plus turun, dari urutan 3 ke
6. Lalu bertanya kepadaku, apa karena kost sehingga ada hal yang tidak optimal.
Hm, berat untuk menyampaikan, mungkin karena adaptasiku yang kurang, lebih sering
memikirkan hal lain selain sekolah. Ibuku sepertinya tahu apa yang harus
dilakukannya, dan akhirnya menemukan opsi baru untukku. ^_^ (to be continued)
Komentar