[#2] Cerita Masa Kecilku

Cerita masa kecil itu sungguh menuntunku untuk menjadi pribadi yang lebih baik. 

Liburan kenaikan kelas selesai, waktunya masuk di kelas 4 SD. Di minggu awal masuk, aku dipanggil oleh wali kelasku. Aku diberi informasi tentang kebijakan baru untukku, ada program pendidikan di kabupaten Jombang, khususnya di 4 kecamatan, yaitu kecamatan Jombang, Mojoagung, Ngoro dan Megaluh. Ya, SDku masuk dalam wilayah kecamatan Mojoagung. Programnya keren menurutku, karena ada perwakilan setiap SD untuk melanjutkan sekolah bersama dari kelas 4 sampai kelas 6 SD di “kelas layanan plus” namanya. Aku sangat tertarik, aku menjadi wakil dari SD Tejo 1 untuk melanjutkan belajar di kelas special itu. Hal ini langsung kusampaikan ke orang tuaku sepulang sekolah. Mulai pekan depannya aku harus berangkat sekolah ke SD Kademangan 1, sehingga harus berpisah dengan teman-teman di SD asal ini. Keesokan harinya, guruku menyampaikan di depan kelas tentang program ini serta menginfokan kalau mulai pekan depan aku tak lagi belajar bersama mereka di kelas tersebut. Hm, ada yang teriak-teriak, ada yang kecewa, ada yang diam dan tertunduk, dan ada yang senyum dengan lebar penuh semangat. Hehe. Kocak. Hari itu jadi hari maaf-maafan dengan teman-teman, termasuk dengan sang ketua kelas (karena ga ada yang dirasa pantas oleh guru, sehingga dia selalu jadi ketua kelas dari kelas 1-4 SD).

Setelah kusampaikan semuanya ke ibuku, ada beban yang dipikirkan beliau. Aku rasa itu agak serius. Seperti sebelumnya, ibuku sering mengalami pindah tugas setiap 4 tahun, ya, semacam rolling kecamatan. Sebelumnya masa TKku di kecamatan Bareng, mungkin sekitar 91-95.  Nah, saat itu tepat masa peralihan, tugas ibu dipindah ke kecamatan Kesamben, sehingga adikku diuruskan pindah sekolah mengikuti ibu. Dan adikku paling kecil didaftarkan di SD yang baru, tepat di belakang puskesmas. Berbeda dengan nasibku, hehe, aneh, tapi begitu pilihanku saat itu. Aku menyampaikan keinginanku untuk melanjutkan sekolah di kelas istimewa tadi. Karena sudah merasakan seminggu belajar disana itu menyenangkan, belajar bersama dengan anak-anak terbaik se-kecamatan dengan guru yang terbaik pula. Aku tak pernah bertanya ke ibu dan ayah, mengapa mereka mengizinkanku sekolah SD jauh dari rumah, yang kupahami mereka sayang sekali kepadaku, walau biaya mungkin jauh lebih mahal, dan pengorbanan juga lebih besar.
Solusipun harus segera ditemukan. Bagaimana aku tetap bisa sekolah disana, tapi tak capek di perjalanan setiap harinya. Akhirnya, aku pun dititipkan ke salah satu teman, dia juga menjadi perwakilan sekolahnya menuju kelas istimewa itu. Ya, di rumah Lina, aku tinggal selama kelas 4 SD. Dia berasal dari SD di sebelah SDku. Haha, tetangga lah. Hm, luar biasa kurasakan. Statusku menjadi anak kost. Ya, sudah ngekost sejak 4 SD, masih belum bisa apa-apa, mengurus sendiri apalagi, hanya bisa makan, mandi, main dan belajar. Istimewa kurasakan, karena bapaknya Lina selalu mengantar kami gunakan mobil untuk ke sekolah, yang jaraknya cukup jauh, tapi tak sejauh rumah dinas ibuku yang baru.
Hari Sabtu di setiap pekannya menjadi hari yang sangat kutunggu. Hari dimana aku dijemput ayah untuk ikut pulang ke rumah, berkumpul dengan ibu dan adik-adikku. Berbeda dengan hari Senin, sungguh hari yang membuatku sedih, karena harus berpisah lagi, dan pergi ke sekolah. Tapi disitulah aku merasa kedua orang tuaku mengajarkan tentang kemandirian, melatihku untuk tetap gigih dalam belajar, dan menyampaikan dengan cara mereka agar aku bertanggung jawab dengan pilihan yang telah kupilih. Ya, memilih tetap sekolah disana dan tidak mengikuti pindah ke dekat rumah yang baru.
Seminggu pertama hidup bersama di keluarga yang berbeda membuatku harus adaptasi dalam banyak hal. Walaupun umur kami sama, tetapi banyak kebiasaan yang tak sama. Misalnya dari jenis permainannya, makanannya, sampai jam rutin nonton televisi. Hehehe, aku dulu bersama adikku, sampai hafal jadwal film kartun di televise, jam berapa, judulnya apa serta di stasiun televise apa. Jam 3 sore sepertinya kami selalu sudah duduk rapi di depan televisi untuk menikmati sajian film kartun. Tapi beda dengan di rumah itu, jam 2 sampai jam 6 televisi harus mati, dan waktu bermain atau istirahat. Ya, kebiasaan baru harus dilakukan, diubah dengan mainan bongkar pasang atau mainkan peran. Hm, lucu tapi berat dalam hatiku. Ada hal yang kurindukan tapi tak bisa kulakukan, rasanya menghormati jauh lebih penting daripada mewujudkan keinginan pribadi. Ya, aku belajar memahami dan mengendalikan diri sendiri. Aku harusnya sadar bahwa saat itu aku sedang dilatih menjadi anak yang kuat dan mandiri.
Ada rasa sedih yang sangat besar, di kala hari Sabtu di ujung pekan, aku tak dijemput ayahku. Rindu dan kangen kepada ibu dan adik-adikku membuatku sesak. Ya, ingin menangis, tapi aku tak mau dikatakan anak yang cengeng, apalagi anak yang lemah. Aku ingat saat masih di kamar mandi, belum selesai urusannya, tiba-tiba adiknya Lina, yang sering bercanda denganku, mengunciku dari luar, hehe, usil menggeserkan selotan di luar agar aku tak bisa keluar. Hm, aku sadar akan hal itu, tapi aku tak teriak, aku menikmatinya, dan di saat itulah aku bisa menangis dengan sepuasnya. Meratapi nasib. Duhhh, lebay juga, tapi begitulah meluapkan rindu dan kangenku. Setelah capek menangis, aku baru memukul-mukul pintu kamar mandi, agar ada orang lain yang membantu untuk membukakan selotan pintu luar. Hm, tapi aku tahu bahwa itu wajar dan bukan jadi masalah besar.
Bagiku keluarga Lina adalah keluarga keduaku, semuanya berusaha sayang kepadaku. Ibunya Lina memperhatikanku seperti anaknya sendiri, setiap pagi selalu membuatkan susu coklat kesukaanku.  Terlebih saat aku sakit, walau sudah telepon ibu di rumah, tetap saja yang merawatku segera adalah keluarga Lina. Yang masih kuingat, saat aku kena diare, sungguh begitu sayangnya kepadaku. Kasus yang paling parah dan takkan terlupakan, adalah saat ada kutu rambut. Wow, sangat memalukan, anak dokter bisa kena hama ini. Hampir banyak orang di dalam rumah terkena juga. Langsung perlakuan khusus diberikan, setiap hari, sampai tuntas. Sungguh luar biasa, perhatian dan kesungguhan merawatku, membantu sampai rambutku bersih dari hama itu. Saat itu, teguran sayang untuk lebih menjaga kebersihan dan lebih memperhatikan rambut teman dekat kita. (ups -_-!)
Belajar di kelas layanan plus selama kelas 4 SD sungguh jauh berbeda, teman-teman semuanya rangking 3 besar dari sekolah asalnya. Bisa kurasakan, semuanya lebih disiplin dan semangat belajar, cerdas dan berani. Aku bersyukur dan bahagia merasakan serunya kompetisi dalam belajar di kelas.

Tak terasa satu tahun sudah kebersamaan itu, sungguh menyenangkan. Saat ada agenda jalan-jalan, aku pun masuk dalam rombongan. Aku masih ingat, jepit rambut, pita dan bando adalah kesukaanku. Sehingga Ibunya Lina pernah memberiku bando yang cantik, dan sering kupakai untuk ke sekolah. Ya, liburan kenaikan kelas pun jadi evaluasiku. Ibu dan ayahku melihat peringkat di kelas layanan plus turun, dari urutan 3 ke 6. Lalu bertanya kepadaku, apa karena kost sehingga ada hal yang tidak optimal. Hm, berat untuk menyampaikan, mungkin karena adaptasiku yang kurang, lebih sering memikirkan hal lain selain sekolah. Ibuku sepertinya tahu apa yang harus dilakukannya, dan akhirnya menemukan opsi baru untukku. ^_^ (to be continued)

Komentar