Cerita masa kecilku yang tak terlupakan, walau sederhana tapi bagiku itu bermakna.
Cerita tak hanya
yang disampaikan lewat kata, karena bisa saja terhapus oleh desiran angin
sepoi-sepoi. Cerita itu mungkin berlangsung dalam waktu yang singkat, tapi
memori dalam otak dan hati bisa menyimpan tuk selamanya. Cerita yang langka,
unik, special, dan sangat istimewa karena hanya aku, kamu dan Dia yang tahu.
Cerita yang sarat akan pelajaran bagaimana menjalani hidup dengan semangat dan
penuh harap. Cerita yang penuh akan cinta, ya, cinta kepada sesama manusia.
Cerita yang penuh kasih sayang antara orang tua dan anaknya. Cerita yang penuh
keceriaan antara aku dan teman-teman. Cerita itu kisah yang bisa diabadikan
lewat tulisan. Cerita yang ditulis itu adalah secuil memori yang telah dicetak
dalam barisan huruf yang bisa dibaca. Cerita itu cerita masa kecilku yang
bahagia. Cerita masa
kecilku selama ini hanya jadi rahasia kami, ya, cukup antara aku, kamu, dan
Dia.
Kisah di masa lalu itu hanya bisa kita nikmati saat suasana reuni dan
silaturrahim diadakan yang mungkin hanya setahun sekali, waktu idul fitri. Hm,
itu pun kalau ada yang menginisiasi buat kumpul, kalau tidak ada, ya takkan ada
pembahasan konyol tentang kisah masa kecil itu. Masa lalu memang sudah berlalu,
jauh sebelum hari ini, mungkin jutaan detik telah kita lewati. Tapi, aku merasa
bahwa masa-masa itulah yang membuatku lebih memahami bagaimana aku hidup, ada
sejuta makna dan kenangan bersama, belajar bersama teman-teman di sekolah,
bermain di halaman sekolah, dan sampai bertengkar dengan mereka saat ada
perbedaan pendapat. Hm, aneh dan konyol, tapi begitulah dunia anak-anak.
Cerita ini
kuawali saat masih duduk di bangku SD. Ya, masa kecil dimana sudah mulai
mengenal dirinya sendiri dan mulai mengenal teman-teman di sekitarnya.
Alhamdulillah, jarak rumahku dengan sekolah hanya berjarak 3 rumah, sehingga
kurang dari 5 menit dengan jalan kaki aku bisa sampai di sekolah. Kelas 1
sampai kelas 3 SD, masa-masa yang lucu, dan lugu. Aku mulai semangat dalam
belajar dan menyukai kegiatan itu, karena Ayah dan Ibuku selalu beri motivasi
terbaiknya. Ya, akan ada hadiah saat aku mendapat rangking 1. Aku pun semangat ‘45 untuk mendapatkannya,
dengan usaha yang gigih tentunya, sehingga dari kelas 1 sampai 3, aku selalu mendapat
rangking 1. Alhamdulillah.
Sekarang aku
baru paham, mungkin karena itu dulu sifatku mulai terbentuk, menjadi sosok yang
ambisius dan berusaha menjadi yang terbaik. Tak hanya itu, karena ibuku adalah
satu-satunya dokter umum di desaku, sehingga aku pun menjadi sorotan guru-guru
juga. Hm, seperti diistimewakan, ya sangat diberi perhatian yang melebihi yang
lain. Tak pernah aku dimarahi dan dipermalukan di depan kelas, apapun
kesalahanku. Itu berbeda dengan perlakuan yang diterima teman-temanku, sehingga
aku pun agak “sungkan” kalau bersosialisasi dengan yang lain. Tak banyak
kenangan yang aku ingat, terlebih lagi nama-nama guruku di SD, hanya wajah
beliau-beliau yang aku ingat sampai sekarang. Kusadari kesalahan ini terjadi
karena sejak lulus SD, tak pernah mengujungi mereka. Semoga suatu saat aku
punya kesempatan itu. Tapi berbeda sedikit dengan teman-teman sekelas, aku
masih menyimpan beberapa memori tentang nama mereka, walau tak semua. Benar
sekali kata guruku saat itu, bahwa yang akan teringat hanya 2 tipe siswa, yaitu
siswa yang paling pintar dan yang paling nakal. Ya, aku hanya ingat nama
temanku yang paling nakal, dan yang selalu rangking 2. Ada satu lagi, tipe
teman yang mungkin akan diingat, yaitu teman yang disukai, ya walau hanya
namanya.
Aku merasa tak
ada yang istimewa dalam kisahku selama 3 tahun sekolah di SD ini, mungkin sama
seperti yang dirasakan oleh anak-anak seusiaku di jamanku, ya, sekitar tahun
95-98. Aku dan teman sepermainanku alias tetanggaku, yang juga seumuran, selalu
punya jadwal rutin bermain sepulang sekolah. Bel pulang berbunyi, kami segera
pulang dan makan siang, setelah ganti baju main kami berangkat ke sekolah lagi.
Ya, bukan untuk belajar tapi bermain. Halaman sekolahku luas, ada lapangannya,
ada pohon Mojo yang mengelilinginya. Permainannya bervariasi, kadang petak
umpet, patil lele, angkle, sampai panjat pohon.
Seringkali
permainan diakhiri dengan alarm alami, hm, coba tebak apa? Selalu saja ada
teman laki-laki yang menggunakan kelebihan tenaganya untuk menyelesaikan permasalahan,
hehe, ada teman perempuan yang menangis. Alarm itu membuat permainan berakhir,
dan semuanya pulang. Tak jarang yang menangis mengeluarkan kata-kata penuh
amarah, penuh kebencian, dan terucap janji tidak mau ketemu dan bermain lagi.
Hahaha, kocak, setelah ditenangkan oleh ibunya, si anak ini tak segan kembali
bergabung dengan yang lain untuk bermain keesokan harinya. Ya, hanya janji
palsu karena marah. Mungkin saat itu kami paham, bahwa teman mainnya ya hanya
itu, hanya 5 orang itu. Karena rumah dinas di dekat puskesmas hanya ada 3,
rumah dokter, perawat dan bidan. Sehingga 5 anak ini selalu bermain bersama di
sekitar rumah, puskesmas, dan sekolah.
Setiap
hari mulai jam 7 sampai jam 12 belajar bersama di dalam kelas, waktu istirahat
jajan bersama, piket kelas juga bisa bertemu, dan sepasang ketua kelas dan wakil
ketua kelas pun bisa jadi sarana interaksi. Ya, wajar sekali, kalau memang ada
yang tertarik. Hm, anak-anak kecil ini mulai peka tentang apa yang dia rasakan.
Ada sosok yang spesial baginya. Aku ingat sekali, selalu ada guyonan yang
sengaja memasang-masangkan dan itu selalu heboh. Seisi kelas mendukung, sampai
terkadang ada korban yang menangis baru dihentikan. Sadis juga ternyata,
menangis. Aku pikir hal itu karena sang korban, sebut saja Mawar, dia malu.
Entah malu karena memang benar suka atau tidak. Tapi yang pasti itu karena
malu, dan tidak mau dipermalukan seperti itu.
Hm, kalau aku
tak separah itu, aku tak pernah menangis hanya karena guyonan itu. Aku selalu
diam. Soalnya nama yang dipasangkan itu adalah nama sang ketua kelas, dia yang
mendapat rangking 2 saat itu. Dia pintar dan tegas, dan kuakui dia pun pemalu.
Kasus itu muncul setelah ada yang menyadari, kalau buku tulisku sama dengannya,
sama merk dan gambar covernya. Please deh!!! Konyol banget kan! Hehe, iya iyalah
bisa sama, kan pabriknya ga cetak satu buku aja kali. (-_-)”. Aku baru sadar
setelah teman-teman selalu membahas itu, kalau buku yang kugunakan itu, buku
yang sama gambar covernya itu adalah kado darinya saat aku ulang tahun di bulan
sebelumnya. Huh! Dasar anak-anak kecil. Ya, aku jadi semakin “sungkan” dan
“jaim” kayaknya, menghindar dan berusaha mengurangi interaksi dengan ketua
kelas. Padahal saat itu, aku adalah wakil ketua kelas, yang seringkali harus
saling kordinasi.
Aku merasakan
ada yang berubah dengannya, entah apa itu. Tapi ada hal istimewa yang
kudapatkan. Hehe, selalu setiap pagi sebelum masuk kelas, semuanya akan
berbaris di depan kelas. Kami membentuk barisan 3 anak ke belakang (#ups, lupa
istilahnya apa ya? Baris 3 berbanjar ya). Nah, dimanapun aku memilih kolom
baris, selalu barisanku yang didahulukan. Padahal terkadang barisan di sebelah
lebih rapi. Hahaha, curang banget tuh, tapi aku juga tak menolak, apalagi
protes, karena berdiri lama di luar juga bisa buat kaki pegal. Lucu, tapi itu
yang kukenang. ^_^ (to be continued)
Komentar