[#1] Cerita Masa Kecilku

Cerita masa kecilku yang tak terlupakan, walau sederhana tapi bagiku itu bermakna. 

Cerita tak hanya yang disampaikan lewat kata, karena bisa saja terhapus oleh desiran angin sepoi-sepoi. Cerita itu mungkin berlangsung dalam waktu yang singkat, tapi memori dalam otak dan hati bisa menyimpan tuk selamanya. Cerita yang langka, unik, special, dan sangat istimewa karena hanya aku, kamu dan Dia yang tahu. Cerita yang sarat akan pelajaran bagaimana menjalani hidup dengan semangat dan penuh harap. Cerita yang penuh akan cinta, ya, cinta kepada sesama manusia. Cerita yang penuh kasih sayang antara orang tua dan anaknya. Cerita yang penuh keceriaan antara aku dan teman-teman. Cerita itu kisah yang bisa diabadikan lewat tulisan. Cerita yang ditulis itu adalah secuil memori yang telah dicetak dalam barisan huruf yang bisa dibaca. Cerita itu cerita masa kecilku yang bahagia. Cerita masa kecilku selama ini hanya jadi rahasia kami, ya, cukup antara aku, kamu, dan Dia. 

Kisah di masa lalu itu hanya bisa kita nikmati saat suasana reuni dan silaturrahim diadakan yang mungkin hanya setahun sekali, waktu idul fitri. Hm, itu pun kalau ada yang menginisiasi buat kumpul, kalau tidak ada, ya takkan ada pembahasan konyol tentang kisah masa kecil itu. Masa lalu memang sudah berlalu, jauh sebelum hari ini, mungkin jutaan detik telah kita lewati. Tapi, aku merasa bahwa masa-masa itulah yang membuatku lebih memahami bagaimana aku hidup, ada sejuta makna dan kenangan bersama, belajar bersama teman-teman di sekolah, bermain di halaman sekolah, dan sampai bertengkar dengan mereka saat ada perbedaan pendapat. Hm, aneh dan konyol, tapi begitulah dunia anak-anak.
Cerita ini kuawali saat masih duduk di bangku SD. Ya, masa kecil dimana sudah mulai mengenal dirinya sendiri dan mulai mengenal teman-teman di sekitarnya. Alhamdulillah, jarak rumahku dengan sekolah hanya berjarak 3 rumah, sehingga kurang dari 5 menit dengan jalan kaki aku bisa sampai di sekolah. Kelas 1 sampai kelas 3 SD, masa-masa yang lucu, dan lugu. Aku mulai semangat dalam belajar dan menyukai kegiatan itu, karena Ayah dan Ibuku selalu beri motivasi terbaiknya. Ya, akan ada hadiah saat aku mendapat rangking 1.  Aku pun semangat ‘45 untuk mendapatkannya, dengan usaha yang gigih tentunya, sehingga dari kelas 1 sampai 3, aku selalu mendapat rangking 1. Alhamdulillah.
Sekarang aku baru paham, mungkin karena itu dulu sifatku mulai terbentuk, menjadi sosok yang ambisius dan berusaha menjadi yang terbaik. Tak hanya itu, karena ibuku adalah satu-satunya dokter umum di desaku, sehingga aku pun menjadi sorotan guru-guru juga. Hm, seperti diistimewakan, ya sangat diberi perhatian yang melebihi yang lain. Tak pernah aku dimarahi dan dipermalukan di depan kelas, apapun kesalahanku. Itu berbeda dengan perlakuan yang diterima teman-temanku, sehingga aku pun agak “sungkan” kalau bersosialisasi dengan yang lain. Tak banyak kenangan yang aku ingat, terlebih lagi nama-nama guruku di SD, hanya wajah beliau-beliau yang aku ingat sampai sekarang. Kusadari kesalahan ini terjadi karena sejak lulus SD, tak pernah mengujungi mereka. Semoga suatu saat aku punya kesempatan itu. Tapi berbeda sedikit dengan teman-teman sekelas, aku masih menyimpan beberapa memori tentang nama mereka, walau tak semua. Benar sekali kata guruku saat itu, bahwa yang akan teringat hanya 2 tipe siswa, yaitu siswa yang paling pintar dan yang paling nakal. Ya, aku hanya ingat nama temanku yang paling nakal, dan yang selalu rangking 2. Ada satu lagi, tipe teman yang mungkin akan diingat, yaitu teman yang disukai, ya walau hanya namanya.
Aku merasa tak ada yang istimewa dalam kisahku selama 3 tahun sekolah di SD ini, mungkin sama seperti yang dirasakan oleh anak-anak seusiaku di jamanku, ya, sekitar tahun 95-98. Aku dan teman sepermainanku alias tetanggaku, yang juga seumuran, selalu punya jadwal rutin bermain sepulang sekolah. Bel pulang berbunyi, kami segera pulang dan makan siang, setelah ganti baju main kami berangkat ke sekolah lagi. Ya, bukan untuk belajar tapi bermain. Halaman sekolahku luas, ada lapangannya, ada pohon Mojo yang mengelilinginya. Permainannya bervariasi, kadang petak umpet, patil lele, angkle, sampai panjat pohon.
Seringkali permainan diakhiri dengan alarm alami, hm, coba tebak apa? Selalu saja ada teman laki-laki yang menggunakan kelebihan tenaganya untuk menyelesaikan permasalahan, hehe, ada teman perempuan yang menangis. Alarm itu membuat permainan berakhir, dan semuanya pulang. Tak jarang yang menangis mengeluarkan kata-kata penuh amarah, penuh kebencian, dan terucap janji tidak mau ketemu dan bermain lagi. Hahaha, kocak, setelah ditenangkan oleh ibunya, si anak ini tak segan kembali bergabung dengan yang lain untuk bermain keesokan harinya. Ya, hanya janji palsu karena marah. Mungkin saat itu kami paham, bahwa teman mainnya ya hanya itu, hanya 5 orang itu. Karena rumah dinas di dekat puskesmas hanya ada 3, rumah dokter, perawat dan bidan. Sehingga 5 anak ini selalu bermain bersama di sekitar rumah, puskesmas, dan sekolah.
                Setiap hari mulai jam 7 sampai jam 12 belajar bersama di dalam kelas, waktu istirahat jajan bersama, piket kelas juga bisa bertemu, dan sepasang ketua kelas dan wakil ketua kelas pun bisa jadi sarana interaksi. Ya, wajar sekali, kalau memang ada yang tertarik. Hm, anak-anak kecil ini mulai peka tentang apa yang dia rasakan. Ada sosok yang spesial baginya. Aku ingat sekali, selalu ada guyonan yang sengaja memasang-masangkan dan itu selalu heboh. Seisi kelas mendukung, sampai terkadang ada korban yang menangis baru dihentikan. Sadis juga ternyata, menangis. Aku pikir hal itu karena sang korban, sebut saja Mawar, dia malu. Entah malu karena memang benar suka atau tidak. Tapi yang pasti itu karena malu, dan tidak mau dipermalukan seperti itu.
Hm, kalau aku tak separah itu, aku tak pernah menangis hanya karena guyonan itu. Aku selalu diam. Soalnya nama yang dipasangkan itu adalah nama sang ketua kelas, dia yang mendapat rangking 2 saat itu. Dia pintar dan tegas, dan kuakui dia pun pemalu. Kasus itu muncul setelah ada yang menyadari, kalau buku tulisku sama dengannya, sama merk dan gambar covernya. Please deh!!! Konyol banget kan! Hehe, iya iyalah bisa sama, kan pabriknya ga cetak satu buku aja kali. (-_-)”. Aku baru sadar setelah teman-teman selalu membahas itu, kalau buku yang kugunakan itu, buku yang sama gambar covernya itu adalah kado darinya saat aku ulang tahun di bulan sebelumnya. Huh! Dasar anak-anak kecil. Ya, aku jadi semakin “sungkan” dan “jaim” kayaknya, menghindar dan berusaha mengurangi interaksi dengan ketua kelas. Padahal saat itu, aku adalah wakil ketua kelas, yang seringkali harus saling kordinasi.

Aku merasakan ada yang berubah dengannya, entah apa itu. Tapi ada hal istimewa yang kudapatkan. Hehe, selalu setiap pagi sebelum masuk kelas, semuanya akan berbaris di depan kelas. Kami membentuk barisan 3 anak ke belakang (#ups, lupa istilahnya apa ya? Baris 3 berbanjar ya). Nah, dimanapun aku memilih kolom baris, selalu barisanku yang didahulukan. Padahal terkadang barisan di sebelah lebih rapi. Hahaha, curang banget tuh, tapi aku juga tak menolak, apalagi protes, karena berdiri lama di luar juga bisa buat kaki pegal. Lucu, tapi itu yang kukenang. ^_^ (to be continued)

Komentar