Ya Allah, Aku mencintainya. Ini hal yang wajar kan ? (part 1)

     
     Cinta atau suka kepada sesorang adalah fitrah dari Allah, yang Maha Penyayang dan Maha Pengasih. Allah lah yang memberikan perasaan “tertarik” itu di dalam hati kita. Menurutku cinta atau suka pada seseorang itu termasuk hal yang biasa dan sangat wajar. Ya, kalimat logikanya mungkin jadi begini “jika kita manusia maka pasti kita punya cinta” . Kalimat lebih enak dibaca “jika kita manusia maka akan pernah merasakan cinta atau suka dengan manusia yang lainnya”. Hm, masih aneh ya, oke, lebih manusiawi….kalau saya ubah “jika kita manusia maka pasti pernah suka atau cinta kepada lawan jenis kita.” Kalimat logika ini ekuivalen jika dibalik, “jika kita tidak pernah merasakan cinta, maka kita bukan manusia”. Haha, inget kan teori pembuktian tidak langsung, mengubahnya jadi negasi q maka negasi p. Upsss #iklan matdis. Karena kurasa Anda mengeklik judul ini dengan memiliki alasan yang nyata “Anda sedang jatuh cinta kepada seseorang”. Hm, maaf, bukan maksud saya men-judge demikian, atau tebakan ini boleh jadi memang benar bukan….==”  Tapi saya mohon maaf dulu, bahwa tulisan ini tidak berisi dengan kalimat puitis tentang ungkapan cinta atau puisi romatis yang bisa meluluhkan hati sang pujaan. Saya hanya mencoba menuliskan apa yang saya rasakan, tentang cinta.
Nah karena klausa pertama udah kita sepakati bahwa “mencintai” itu wajar, boleh donk kalo saya menyebutnya “biasa”. Hal yang biasa, dan kemungkinan besar memang terjadi. Kalo sebut peluang, ini nilainya 1, hehe, ga pake logika fuzzy dengan derajat kenggotaannya. Hm, sehingga kalau saya menyimpulkan bahwa mencintai itu adalah hal yang wajar, maka tidak salah donk kalau saya mengatakan bahwa seharusnya menyikapinya juga dengan hal yang wajar.
Maksud saya disini, wajar bukan berlebihan. Mungkin saya yang salah,  kadang saya berpikir, mencintai seseorang itu susah banget kalau harus melewati syarat untuk menyatakannya dan selanjutnya diterima alias saling mencintai. Saya mengira mencintai seseorang  tak harus berteriak-teriak, tak harus beli bunga atau boneka hanya untuk menyampaikan atau ingin bahwa semua orang tahu bahwa dirinya sedang mencintainya. Sungguh malu kalau misalnya, sudah setting aksi “menyatakan cinta” tetapi akhirnya ditolak. Wew, ini sepertinya ada definisi yang melenceng.  Kalau untuk katakan cinta, maka sejatinya tidak harus mendapat jawaban yang sama. Kan ini cinta sejati, yang tulus, yang ingin memberikan cinta kepadanya, ingin baik kepadanya, ingin perhatian dan selalu mendoakannya.Huh, sepertinya terlihat banget, kekakuan diri saya menanggapi aksi “tembak-menembak”. Kadang ingin usil, ingin bertanya, darimana asal tradisi “menembak” ini.
Kembali ke topik “ mencintainya itu wajar”, sehingga “harus disikapi dengan wajar”, tak perlu berlebihan. Saat ditanya kenapa kok bisa menyukai atau menyintainya? Ingat ini pertanyaan perasaan buat logika? Bukan alasan-alasan yang terwujud karena bepikir dan mencari seribu alasan logis dan masuk akal. Saat kau bertanya, dan jawabannya adalah “karena kamu cantik”, berarti indera matanya yang menilai bukan hatinya. Kalau jawabannya “karena suaramu merdu”, itu jawaban hasil indera pendengarnya. Kalau jawabannya “karena kamu manis”, hehhe, masak ini dah dirasakan? Aneh bgt kan, di luar logika. Aku mungkin terlalu kaku mendefinisikan, tapi yang sebenarnya ingin ku bagikan tentang apa yang saya pahami dan rasakan. Karena pertanyaan ini adalah pertanyaan hati, sehingga hati kita yang berbicara….bukan logika. Hati yang memilih, hm, itu lebih tepatnya.  Sadar nggak, banyak cewek yang lebih cantik, tapi hatimu bukan ke dia, tapi kepada cewek yang lebih sabar.  Sadar nggak, bukan suka dan kagum ke sosok yang tampan, tapi dia yang biasanya ngimami saat sholat jamaah di musholla. Sadar nggak, selain dia cantik, kaya, baik hati, ternyata dia juga sosok muslimah sejati. Upsss, kebalik sobat, justru yang diawal itu bonusnya. Dia sosok yang santun, kuat agamanya, cerdas plusnya dia cantik, kaya lagi. Wow, kebayang bunda Khadijah kan.^_^


Komentar