Cinta atau suka
kepada sesorang adalah fitrah dari Allah, yang Maha Penyayang dan Maha
Pengasih. Allah lah yang memberikan perasaan “tertarik” itu di dalam hati kita.
Menurutku cinta atau suka pada seseorang itu termasuk hal yang biasa dan sangat
wajar. Ya, kalimat logikanya mungkin jadi begini “jika kita manusia maka pasti
kita punya cinta” . Kalimat lebih enak dibaca “jika kita manusia maka akan
pernah merasakan cinta atau suka dengan manusia yang lainnya”. Hm, masih aneh
ya, oke, lebih manusiawi….kalau saya ubah “jika kita manusia maka pasti pernah
suka atau cinta kepada lawan jenis kita.” Kalimat logika ini ekuivalen jika
dibalik, “jika kita tidak pernah merasakan cinta, maka kita bukan manusia”.
Haha, inget kan teori pembuktian tidak langsung, mengubahnya jadi negasi q maka
negasi p. Upsss #iklan matdis. Karena kurasa Anda mengeklik judul ini dengan
memiliki alasan yang nyata “Anda sedang jatuh cinta kepada seseorang”. Hm, maaf,
bukan maksud saya men-judge demikian,
atau tebakan ini boleh jadi memang benar bukan….==” Tapi saya mohon maaf dulu, bahwa tulisan ini
tidak berisi dengan kalimat puitis tentang ungkapan cinta atau puisi romatis
yang bisa meluluhkan hati sang pujaan. Saya hanya mencoba menuliskan apa yang
saya rasakan, tentang cinta.
Nah karena
klausa pertama udah kita sepakati bahwa “mencintai” itu wajar, boleh donk kalo
saya menyebutnya “biasa”. Hal yang biasa, dan kemungkinan besar memang terjadi.
Kalo sebut peluang, ini nilainya 1, hehe, ga pake logika fuzzy dengan derajat
kenggotaannya. Hm, sehingga kalau saya menyimpulkan bahwa mencintai itu adalah
hal yang wajar, maka tidak salah donk kalau saya mengatakan bahwa seharusnya menyikapinya
juga dengan hal yang wajar.
Maksud saya
disini, wajar bukan berlebihan. Mungkin saya yang salah, kadang saya berpikir, mencintai seseorang itu
susah banget kalau harus melewati syarat untuk menyatakannya dan selanjutnya
diterima alias saling mencintai. Saya mengira mencintai seseorang tak harus berteriak-teriak, tak harus beli
bunga atau boneka hanya untuk menyampaikan atau ingin bahwa semua orang tahu
bahwa dirinya sedang mencintainya. Sungguh malu kalau misalnya, sudah setting
aksi “menyatakan cinta” tetapi akhirnya ditolak. Wew, ini sepertinya ada
definisi yang melenceng. Kalau untuk
katakan cinta, maka sejatinya tidak harus mendapat jawaban yang sama. Kan ini
cinta sejati, yang tulus, yang ingin memberikan cinta kepadanya, ingin baik
kepadanya, ingin perhatian dan selalu mendoakannya.Huh, sepertinya terlihat
banget, kekakuan diri saya menanggapi aksi “tembak-menembak”. Kadang ingin
usil, ingin bertanya, darimana asal tradisi “menembak” ini.
Kembali ke topik
“ mencintainya itu wajar”, sehingga “harus disikapi dengan wajar”, tak perlu
berlebihan. Saat ditanya kenapa kok bisa menyukai atau menyintainya? Ingat ini
pertanyaan perasaan buat logika? Bukan alasan-alasan yang terwujud karena
bepikir dan mencari seribu alasan logis dan masuk akal. Saat kau bertanya, dan
jawabannya adalah “karena kamu cantik”, berarti indera matanya yang menilai
bukan hatinya. Kalau jawabannya “karena suaramu merdu”, itu jawaban hasil
indera pendengarnya. Kalau jawabannya “karena kamu manis”, hehhe, masak ini dah
dirasakan? Aneh bgt kan, di luar logika. Aku mungkin terlalu kaku
mendefinisikan, tapi yang sebenarnya ingin ku bagikan tentang apa yang saya
pahami dan rasakan. Karena pertanyaan ini adalah pertanyaan hati, sehingga hati
kita yang berbicara….bukan logika. Hati yang memilih, hm, itu lebih tepatnya. Sadar nggak, banyak cewek yang lebih cantik,
tapi hatimu bukan ke dia, tapi kepada cewek yang lebih sabar. Sadar nggak, bukan suka dan kagum ke sosok
yang tampan, tapi dia yang biasanya ngimami saat sholat jamaah di musholla.
Sadar nggak, selain dia cantik, kaya, baik hati, ternyata dia juga sosok
muslimah sejati. Upsss, kebalik sobat, justru yang diawal itu bonusnya. Dia
sosok yang santun, kuat agamanya, cerdas plusnya dia cantik, kaya lagi. Wow,
kebayang bunda Khadijah kan.^_^
Komentar